Saturday, August 3, 2013

pernahkah, ketika kamu sedang berdiri di tengah keramaian dan memperhatikan sekelilingmu dan kamu merasa aneh?
merasa seolah-olah yang berlalu-lalang disekitarmu itu hanyalah lalu lalang semata?

orang-orang yang berjalan, tertawa, duduk, makan, minum, mengeluh, dan lainnya, itu seolah-olah tidak nyata?
maksudku, kamu merasa bahwa kamu adalah satu-satunya yang hidup. yang nyata. dan semua yang ada disekitarmu itu hanyalah gambar. atau sebuah fitur-fitur tambahan untuk memenuhi hidupmu.

seolah-olah sebenarnya kamu hanya hidup sendirian di dunia ini?
teman-temanmu, guru-gurumu, keluargamu, orang asing disekitarmu, itu hanyalah objek yang ada sebagai dekorasi dalam kamar hidupmu?

kamu tidak merasa mereka benar-benar nyata. mereka tidak lain seperti kursi yang kamu duduki atau meja tempat kamu bertumpu tangan? hanya saja mereka bergerak, berbicara, dan menyentuhmu.

aku pernah, saat aku masih kecil. saat itu aku merasa aneh dan takut. melihat sekelilingku dan merasa janggal. takut bahwa sebenarnya aku sebenarnya hanya hidup sendirian, dan yang lain hanyalah bayangan dari otakku saja. dan kemudian ketika aku mati, aku akan memasuki kegelapan sendirian. dan kosong. begitu saja.

perlahan-lahan muncul, apa memang sebenarnya tiap orang merasakan seperti ini? apa memang sebenarnya kita hanya hidup sendiri dan orang lain -terlepas mereka nyata tau tidak- hanyalah tambahan?

bagaimana jika suatu saat manusia sudah dapat bekerja sendiri dan tidak membutuhkan rekan, sudah ada tempat untuk menyediakan tempat menjalin cinta dan bercinta, tempat yang menyediakan untuk teman mengobrol, semua hal seperti pekerja pembangun rumah atau yang bercocok tanam sudah dianggap seperti objek semata.
bukankah sama saja manusia hidup sendiri? semua komunikasi hanya jadi sekedar sarana atau tambahan dalam melanjutkan hidup. tidak benar-benar menjadi bagian hidup.

apa memang benar pada akhirnya manusia -si sang pemenang- akan berdiri sendiri? ataukah memang manusia itu lemah dan tidak pernah bisa hidup sendiri?
atau alasan tidak bisa hidup sendiri itu hanya untuk mereka yang malas atau takut hidup sendirian?

kalau suatu saat kamu atau aku berhasil melampaui batas, dapat melakukan semuanya sendirian, hidup sendirian tanpa merasa kesepian, menganggap pekerja lain hanyalah semacam robot pekerja, dan teman tak lebih dari sekedar seperti tempat hiburan untuk melepas penat, apakah itu berarti kita adalah manusia yang berhasil dan menjadi semanusia manusianya manusia? atau justru menjadi manusia yang gagal?

ah entahlah. ini ada kopi untukmu yang mungkin sedang merasa sendirian

Sunday, June 2, 2013

"maaf, tuan dan nona, kedai kopi ini akan segera tutup."

saat itu waktu sudah mengantuk. sebuah kedai kopi yang sudah sunyi siap kututup. tidak ada pegawai lagi yang masih berada disana.
 hingga terdengar deritan pintu yang dibuka.
seorang wanita berwajah sedih dan berambut biru datang. menghampiri tempat bar dimana pelanggan yang sendiri biasa duduk untuk berbincang dengan sang barista. tidak lama kemudian, wangi bunga menyerbak memenuhi kedai ini. seolah-olah wanita ini datang dari dunia yang berisi bunga-bunga saja.
dia duduk dengan jarak yang cukup dekat denganku. tapi aku tidak bisa melihat matanya yang tersembunyi dibalik rambutnya.
aku menatapnya, berhenti merapihkan peralatan kopi di depanku.
"maaf, tapi kedai ini..."
"sudah mau tutup?" kemudian mata kami akhirnya berpandangan. dia mengetahui bahwa kedai ini sudah tutup, matanya mengatakan itu. tapi dia tetap duduk dan menatapku.
kami bertatapan cukup lama, aku tersenyum dan menaruh cangkir yang sedang aku lap di meja.
"tapi hanya tersisa kopi hitam jika kamu ingin memesan sesuatu disini" dia tersenyum kecil dan mengangguk.

sekarang wangi bunga tercampur dengan wangi kopi. 2 cangkir terletak diatas meja, asap menari-nari diatasnya.
tidak ada percakapan, kami berdua hanya duduk. wanita itu melihat ke arah jendela, jauh menuju jalanan di luar. sementara aku menatap wanita ini yang kadang tersembunyi oleh uap-uap kopi kami.
hingga wanita ini mengangkat cangkirnya dan menyeruput kopinya. begitupun juga aku. kami hanya menyeruput kopi, berpandangan, tersenyum, menyeruput kopi lagi, begitu seterusnya. meskipun tidak ada obrolan yang keluar, tetapi malam itu semuanya terasa ramai dan jelas, tidak ada sepi, tidak ada sunyi, tidak ada kegelisahan. hingga kopi kami berdua sudah habis.

kemudian tenang...
tenang...
tenang...
dan kelegaan.

"terima kasih untuk kopinya." dia berdiri dan mengeluarkan uangnya dari sakunya.
"tidak perlu, anggap saja kopi itu gratis." dia menatapku heran dan tersenyum serta tertawa kecil. sebuah tawa kecil tapi mampu menghidupi seluruh isi kedai kopi ini.
"aku sudah mengganggu jam tutupmu, tapi kamu masih mentraktirku kopi?" aku tersenyum.
"kalau begitu aku pulang" dia membalik badannya dan berjalan, berjalan hanya selangkah, kemudian membalik badannya lagi.
"aku suka tempat ini, mengingatkanku pada masa-masa laluku." dia kemudian menarik nafas, "aku ingat ketika tempat ini pertama kali dibuka, terasa janggal, sunyi, tetapi pada akhirnya membuatku nyaman." dia tersenyum, menunduk, dan menutup matanya.
aku mengingat kembali ketika aku pertama membuka kedai ini, dan aku ingat bahwa wanita ini adalah salah satu pelanggan awal yang datang.

dia mengangkat kepalanya lagi, kali ini tatapannya terasa berbeda.
"selamat malam, terima kasih karena telah membuka kedai ini disini. semoga tempat ini tetap berada disini. aku yakin banyak orang yang menyukai tempat ini." dia tersenyum sekali lagi, dan berjalan melewati pintu keluar. wangi bunga yang tertinggal masih memenuhi ruangan.
aku tetap duduk, memandangi wanita itu yang sudah berjalan jauh meninggalkan kedai ini sampai tidak terlihat lagi dibalik gelap malam.
dan untuk kali ini aku tidak ingin menutup kedai kopiku malam ini, dan mungkin untuk malam-malam seterusnya..

Monday, May 27, 2013

Kopi, Rokok, Langit, Bumi.

ketika kopi ditegak,
ketika asap rokok membumbung ke langit,
ketika tubuh duduk tegak di atas bumi,
ketika manusia bertanya tentang kemanusiaannya sendiri,
ketika itulah hidup terasa sangat abstrak, dan hidup.